Pemanfaatan Kulit Kakao sebagai Bahan Dasar Elektroda Superkapasitor Pemanfaatan Kulit Kakao sebagai Bahan Dasar Elektroda Superkapasitor

Foto: modusache

  • RAA
  • Jumat, 13 September 2024 - 09:20 WIB

Pemanfaatan Kulit Kakao sebagai Bahan Dasar Elektroda Superkapasitor


Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman utama yang tumbuh subur di Indonesia, menjadikannya negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Meski begitu, penggunaan kulit buah kakao selama ini masih terbatas pada sektor pakan ternak dan pupuk.

Dilansir dari okezone, menurut penelitian, kulit buah kakao ternyata mengandung selulosa sebanyak 23-54%. Selain itu, kandungan lignin pada kulit kakao mencapai 60,67%, dengan selulosa (holoselulosa) sebanyak 36,47%, dan hemiselulosa sekitar 18,90%. Kandungan ini menunjukkan bahwa kulit kakao bisa diolah menjadi bahan arang dengan kandungan karbon yang tinggi.

Berlandaskan pengetahuan tersebut, beberapa mahasiswa dari FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), yakni Zulkaisi Dwi Pangarso (Pendidikan Fisika), Lina Cahyaningsih, dan Kahfi Imam Faqih Kurnia (Kimia), di bawah bimbingan Dr. Dyah Purwaningsih, melakukan penelitian berjudul "Sintesis Material HPNc/MnO2 sebagai Elektroda Superkapasitor dari Limbah Kulit Kakao".

Dilansir dari situs resmi Universitas Negeri Yogyakarta pada Senin (29/7/2019), Zulkaisi menjelaskan bahwa superkapasitor adalah salah satu teknologi penyimpanan energi yang memiliki kelebihan dibandingkan kapasitor konvensional dan baterai. Salah satu komponen utama dalam pembuatan elektroda superkapasitor adalah karbon.

Dalam penelitian ini, mahasiswa UNY berhasil mensintesis dan mengarakterisasi karbon berpori hirarki (hierarchical porous carbon/HPNc) dari kulit kakao, yang kemudian dikompositkan dengan Mangan Dioksida (MnO2). Penambahan MnO2 ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi elektroda pada superkapasitor tersebut.

"Bahan ini sangat cocok digunakan sebagai elektroda dalam desain superkapasitor karena mudah ditemukan, biaya produksinya rendah, rendah toksisitas, serta memiliki rentang tegangan yang luas. Selain itu, bahan ini juga ramah lingkungan dan tersedia melimpah di alam," kata Zulkaisi.

Ia menambahkan, saat ini penggunaan karbon sebagai bahan elektroda telah berkembang pesat. Beragam material berbasis karbon, seperti karbon aktif, grafit, karbon aerogel, hingga carbon nanotubes (CNT), telah dimanfaatkan. Karbon berpori hirarki (HPC) merupakan salah satu material karbon yang memiliki variasi ukuran pori, mulai dari mikropori (diameter < 2 nm), mesopori (diameter 2-10 nm), hingga makropori (diameter > 10 nm), yang tersusun secara hirarki.

Beragamnya ukuran pori pada material HPC memberikan karakteristik yang berbeda-beda terhadap sifat karbonnya. Pengecilan ukuran HPC hingga ke skala nanometer dapat meningkatkan kapasitasnya dalam mengumpulkan ion serta menyimpan muatan, sehingga material ini dikembangkan menjadi HPNc.

Kemampuan HPNc dalam mengumpulkan ion dan menyimpan muatan menjadikannya material yang sangat potensial untuk digunakan sebagai perangkat penyimpan energi, seperti superkapasitor. Untuk lebih meningkatkan performa elektroda pada superkapasitor, material HPNc kemudian dikompositkan dengan Mangan Dioksida (MnO2).

"Selain mudah didapatkan dan berbiaya rendah, bahan ini juga memiliki karakteristik yang ramah lingkungan, rendah toksisitas, serta rentang tegangan yang lebar. Bahan ini melimpah di alam, menjadikannya pilihan yang ideal untuk desain elektroda superkapasitor," tambah Zulkaisi.

Dengan potensi besar dari kulit kakao sebagai bahan elektroda superkapasitor, penelitian ini membuka peluang baru untuk pemanfaatan limbah kakao dalam teknologi penyimpanan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.