Foto: goodnewsfromindonesia
Harapan Besar Dunia Untuk Produksi Kakao Indonesia
Dilansir dari media perkebunan.id , saat ini produksi kakao global sedang mengalami penurunan, dan dunia internasional menaruh harapan besar pada Indonesia untuk meningkatkan produksinya.
Soetanto Abdoellah, Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia, menyampaikan hal ini dalam peringatan Hari Kakao Indonesia 2024.
"Dalam pertemuan di Singapura, komunitas internasional, khususnya di Asia, sangat menginginkan agar Indonesia bisa meningkatkan produksi kakao. Ini merupakan kesempatan yang harus dimanfaatkan," ujarnya.
Produsen kakao terbesar dunia saat ini mengalami penurunan produksi. Pantai Gading, yang sebelumnya memproduksi 2,2 juta ton, kini hanya menghasilkan 1,6 juta ton, sedangkan Ghana mengalami penurunan dari 1 juta ton menjadi 550.000 ton.
Walaupun produksi di negara seperti Kamerun, Nigeria, Ekuador, dan Brasil meningkat, peningkatan tersebut belum cukup untuk mengimbangi penurunan di negara-negara produsen utama.
Produksi kakao di Indonesia juga menurun, tetapi Indonesia masih mempertahankan posisinya sebagai salah satu produsen kakao terbesar di dunia.
Komunitas internasional melihat peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksinya dan berharap besar pada hal tersebut.
Saat ini produksi biji kakao di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengolahan, di mana kapasitas penggilingan kakao mencapai 3 hingga 4 kali lipat dari produksi biji kakao. Oleh sebab itu, peningkatan produksi menjadi sangat penting.
Dengan adanya pemerintahan baru yang akan dimulai pada 20 Oktober mendatang, harapan tumbuh agar perhatian lebih diberikan pada industri kakao.
Momen ini dinilai tepat karena harga kakao sedang meningkat, mencapai USD 6.000-7.000 per ton. Selain itu, implementasi European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang salah satu komoditasnya adalah kakao, menuntut adanya pendataan petani untuk masuk ke dalam dashboard nasional.
Mochamad Edy Yusuf, Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, menyatakan bahwa kakao menjadi penyumbang devisa terbesar keempat di sektor perkebunan setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa, dengan nilai devisa mencapai Rp17-18 triliun.
Sejak tahun 2023, Indonesia sudah tidak termasuk dalam 10 besar produsen kakao dunia.
EUDR saat ini masih dalam tahap negosiasi di Joint Commission ASEAN-EU, dan diharapkan ada masa transisi 2-3 tahun untuk menyesuaikan diri dengan regulasi tersebut. Di sektor hulu, indistri kakao melibatkan tenaga kerja sebanyak 2,19 juta orang, sementara di sektor hilir kurang dari 50.000 orang.
Secara keseluruhan, nilai ekonomi industri kakao mencapai Rp44,5 triliun, dengan kontribusi sektor hulu sebesar Rp18,1 triliun dan sektor hilir Rp26,4 triliun.
Industri cokelat yang lebih berkembang dibandingkan dengan biji kakao menuntut adanya peningkatan produksi.
Saat ini harga kakao mengalami kenaikan lebih dari 150%. Menurut data ICCO, produksi kakao Indonesia hanya mencapai 200.000 ton, atau sekitar 31% dari kapasitas pengolahan. Agar kebutuhan industri pengolahan dapat terpenuhi, produksi harus ditingkatkan hingga mencapai 470.000 ton.